Selasa, 20 Oktober 2015

Asal - Usul Nenek Moyang Indonesia

merupakan salah satu bagian unik yang tidak bisa terlepaskan dari keberadaan kita di nusantara ini. Kita sebagai manusia yang berbudi, sepatutnya tak melupakan sejarah dari mana asal mula dan sebab musababnya hingga kita berada di sini, di Indonesia. Nenek moyang yang merupakan cikal bakal keberadaan kita saat ini tentu harus kita kenali, meski hanya dari sekedar pengetahuan. Nah, berikut ini kami telah mengupas secara tuntas seputar peta persebaran asal usul nenek moyang bangsa Indonesiaberdasarkan pendapat terkuat dari para ahli sejarah yang telah melakukan penelitian mendalam untuk menguak rahasia besar ini. Silakan disimak.

asal usul nenek moyang bangsa indonesia di nusantara berdasarkan peta persebarannya menurut para ahli dibagi menjadi 2 yaitu proto melayu dan deutro melayu. Mari simak ulasan lengkapnya disini.

Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Banyak pendapat yang bermunculan terkait dengan dari mana sejatinya asal usul nenek moyang bangsa Indonesia. Para ahli sejarah saling mengeluarkan argumenya disertai dalih pembenaran dari dugaannya masing-masing. Kendati begitu banyak pendapat tersebut, ada satu pendapat yang nampaknya memiliki bukit dan dasar pemikiran paling kuat. Dan pendapat tersebut berasa dari seorang sejarahwan asal Belanda, yaitu Von Heine Geldern. 

Migrasi Besar-besaran ke Austronesia

asal usul nenek moyang bangsa indonesia dan peta persebarannya
Berdasarkan penelitiannya Von Heine Geldern berargumen jika asal usul nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Asia Tengah. Diterangkan olehnya bahwa semenjak tahun 2.000 SM sampai dengan tahun 500 SM (dari zaman batu Neolithikum hingga zaman Perunggu) telah terjadi migrasi penduduk purba dari wilayah Yunan (sekarang Kamboja) ke daerah-daerah di Asia bagian Selatan termasuk daerah kepulauan Indonesia. Perpindahan ini terjadi secara besar-besaran diperkirakan karena adanya suatu bencana alam hebat atau adanya perang antar suku bangsa. 

Daerah kepulauan di Asia bagian selatan ini oleh Geldern dinamai dengan sebutan Austronesia yang berarti pulau selatan (Austro = Selatan, Nesos = Pulau). Austronesia sendiri mencakup wilayah yang amat luas, meliputi pulau-pulau di Malagasi atau Madagaskar (sebelah Selatan) hingga Pulau Paskah(sebelah Timur), dan dari Taiwan (sebelah Utara) hingga Selandia Baru (sebelah Selatan).

Pendapat Von Heine Geldern ini dilatarbelakangi oleh penemuan banyak peralatan manusia purba masa lampau yang berupa batu beliung berbentuk persegi di seluruh wilayah Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Peralatan manusia purba ini sama persis dengan peralatan manusia purba di wilayah Asia lainnya seperti Myanmar, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja terutama di sekitar wilayah Yunan.

Pendapat Von Heine Geldern juga didukung oleh hasil penelitian Dr. H. Kern di tahun 1899 yang membahas seputar 113 bahasa daerah di Indonesia. Dari penelitian itu Dr. H. Kern menyimpulkan bahwa  ke semua bahasa daerah tersebut awalnya bersumber pada satu rumpun bahasa, rumpun bahasa yang dinamai bahasa Austronesia.

Migrasi manusia purba dari daratan Yunan menurut Geldern bukan hanya terjadi satu kali. Ia menyebut gelombang migrasi terjadi juga di tahun 400 – 300 SM (zaman Perunggu). Orang-orang purba yang bermigrasi tersebut membawa bentuk-bentuk kebudayaan Perunggu seperti kapak sepatu dan nekara yang berasal dari dataran Dong Son. 

Menyeberangi Lautan Dengan Perahu Bercadik

Setelah diketahui jika asal usul nenek moyang bangsa Indonesia adalah dari daratan Yunan, kini saatnya kita membahas bagaimana nenek moyang kita tadi bisa sampai di kepulauan Indonesia.

asal usul nenek moyang bangsa indonesia menurut para ahli
Ya, berdasarkan bukti sejarah, diketahui bahwa untuk menyeberangi lautan dari daratan Asia Tenggara seperti Malaysia dan sekitarnya, nenek moyang kita menggunakan alat transportasi berupa perahu bercadik. Perahu bercadik sendiri adalah perahun yang memiliki tangkai kayu di kedua sisinya sebagai alat penyeimbang. Untuk ilustrasi perahu bercadiknya sendiri, Anda dapat melihat pada gambar di bawah ini.


Dengan bermodalkan perahu bercadik itu, nenek moyang kita mengarungi lautan yang luas untuk sampai ke kepulauan Indonesia dan pulau-pulau lain di Austronesia. Mereka berlayar berkelompok tanpa kenal rasa takut dengan hantaman badai dan ombak yang bisa datang kapan saja. Hal ini tentu membuktikan jika nenek moyang bangsa Indonesia adalah para pemberani dan merupakan pelaut-pelaut berjiwa ksatria. Dan dengan perjalanan penuh rintangan itu, akhirnya nenek moyang kita sampai ke beberapa pulau di Indonesia. Mereka pun secara langsung memperoleh sebutan Melayu Indonesia.

Pembagian Bangsa Melayu Indonesia

Sebutan Melayu Indonesia bagi orang-orang Austronesia secara umum berlaku untuk semua dari mereka yang menetap di wilayah Nusantara. Akan tetapi, berdasarkan waktu kedatangan, serta daerah yang pertama kali ditempati Bangsa Melayu Indonesia ini dapat dibedakan menjadi 3 sub bangsa yang antara lain bangsa proto melayu, bangsa deutro melayu, dan bangsa primitif. Berikut penjelasan dari masing-masing sub bangsa tersebut:

1.      Bangsa Proto Melayu  (Melayu Tua)

Bangsa proto melayu atau Melayu Tua adalah nenek moyang bangsa Indonesia yang merupakan orang-orang Austronesia yang pertama kali datang ke nusantara pada gelombang pertama (sekitar tahun 1500 SM). Bangsa porto melayu memasuki wilayah Indonesia melalui dua jalur, yaitu (1) Jalur Barat melalui Malaysia–Sumatera dan (2) Jalur Utara atau Timur melalui Philipina–Sulawesi. Bangsa Melayu Tua ini dianggap memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan manusia purba umumnya pada masa itu. Ini dibuktikan dengan penemuan bukti kebudayaan neolithikum telah berlaku dengan hampir semua peralatan mereka terbuat dari batu yang sudah dihaluskan. 

Hasil kebudayaan zaman neolithikum dari orang-orang Austronesia yang terkenal yaitu kapak persegi. Kapak persegi sendiri banyak ditemukan di wilayah Indonesia Barat  yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, dan Sulawesi Utara. Dan perlu diketahui bahwa suku bangsa Indonesia saat ini yang termasuk keturunan Proto Melayu ialah suku Dayak dan Toraja.

2.      Bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda)

Bangsa Deutro Melayu atau bangsa melayu muda adalah nenek moyang bangsa Indonesia yang merupakan orang-orang austronesia yang datang ke nusantara pada gelombang kedatangan kedua, yakni pada kurun waktu 400-300 SM.  Bangsa melayu muda (Deutero Melayu) berhasil melakukan asimilsasi dengan para pendahulunya yang tak lain adalah bangsa melayu tua (proto melayu). 

Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan, diketahui bahwa Bangsa Deutero Melayu masuk ke wilayah nusantara melalui jalur Barat, di mana rute yang mereka tempuh dari Yunan (Teluk Tonkin), Vietnam, Malaysia, hingga akhirnya tiba di Nusantara. Bangsa Melayu Tua juga dianggap mempunyai kebudayaan yang jauh lebih maju dibandingkan pendahulunya, bangsa Proto Melayu. Mereka  sudah berhasil membuat barang-barang dari perunggu dan besi, di ana beberapa diantaranya antara lain kapak serpatu, kapak corong, dan nekara, serta menhir, dolmen, sarkopagus, kubur batu, dan punden berundak-undak. Suku bangsa Indonesia saat ini yang termasuk keturunan bangsa Melayu muda adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis.

Asal Usul nenek moyang bangsa Indonesia

3.      Bangsa Primitif

Sebetulnya, sebelum kelompok bangsa Austronesia masuk ke wilayah Nusantara,  sudah ada beberapa kelompok manusia purba yang sudah lebih daulu menempati wilayah  tersebut. Mereka adalah bangsa-bangsa primitif dengan budaya yang sangat sederhana. Mereka di antaranya adalah manusia pleistosin, suku wedoid, dan suku negroid. 
  1. Manusia Pleistosin; Kehidupan manusia purba ini selalu berpindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian juga dengan kebudayaannnya sehingga corak kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti lagi, kecuali beberapa aspek saja.
  2. Suku Wedoid; Sisa-sisa suku Wedoid hingga kini masih ada dan dapat kita temukan. Mereka hidup meramu dan mengumpulkan makanan dari hasil hutan dan memiliki kebudayaan yang sangat sederhana. Suku Sakai di Siak dan suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang adalah dua contoh peninggalan Suku Wedoid di masa kini.
  3. Suku Negroid; Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku negroid. Namun, di pedalaman Malaysia dan Philipina, keturunan suku ini rupanya masih ada Suku Semang di Semenanjung Malaysia dan Suku Negrito di Philipina merupakan bukti nyatanya.

Nah, itulah artikel tentang asal usul nenek moyang Indonesia yang kami berhasil rangkum dari beberapa sumber. Sebagai kesimpulan kami telah mengambil poin-poin penting dari pembahasan ini yang antara lain:
  1. Asal usul nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa dari daratan Yunan di Kamboja.
  2. Nenek moyang bangsa Indonesia dan nenek moyang bangsa lainnya di asia selatan berasal dari satu sumber yaitu bangsa Austronesia.
  3. Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Yuan terbagi menjadi 2 gelombang, yaitu gelombang pertama atau proto Melayu yang datang pada zaman batu tua (Neolitikum) dan gelombang kedua atau Deutro Melayu yang datang pada zaman perunggu.
  4. Terdapat beberapa kelompok manusia yang sudah menempati wilayah Indonesia jauh sebelum kedatangan bangsa Austronesia. Beberapa bangsa tersebut antara lain Manusia Pleistosin, Suku Wedoid, dan Suku Negroid. Ketiga suku tersebut juga merupakan bagian dari asal usul nenek moyang bangsa Indonesia yang tak bisa disisihkan.                                                                                                                                    Sumber : http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/03/asal-usul-nenek-moyang-bangsa-indonesia.html

Kebudayaan Bacson Hoabinh dan Kebuudayaan Dongson

Kebudayaan Bacson-Hoabinh dan Kebudayaan Dongson


1.    Kebudayaan Bacson-Hoabinh

Kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkirakan berasal dari tahun 10.000 SM-4000 SM, kira-kira tahun 7000 SM.  Kebudayaan ini berlangsung pada kala Holosen. Awalnya masyarakat Bacson-Hoabinh hanya menggunakan alat dari gerabah yang sederhana berupa serpihan-serpihan batu tetapi pada tahun 600 SM mengalami perubahan dalam bentuk batu-batu yang menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong. Ciri khas alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa di antaranya ada yang mempunyai bentuk berpinggang. Alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang manusia dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah. Kebudayaan Bacson-Hoabinh ini diperkirakan berkembang pada zaman Mesolitikum.
Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.


Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan perahu bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras Papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia.
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil.  Kjokkenmoddinger ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. VanStein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera. 

hasil kebudayaan Bacson-Hoabinh :
kapak genggam

kyokkenmodinger

Kapak dari tulang dan tanduk


2. Kebudayaan Dongson

Kebudayaan perunggu Asia Tenggara biasa dinamakan kebudayaan Dongson, menurut nama tempat penyelidikan pertama di daerah Tonkin penyelidikan menunjukkan bahwa di sana pusatnya kebudayaan perunggu Asia Tenggara. Di sana ditemukan segala macam alat-alat perunggu dan nekara, alat-alat dari besi dan kuburan-kuburan zaman itu. Di sana juga ditemukan bejana yang serupa dengan yang ditemukan di Kerinci dan Madura. Di Tonkin lengkap terdapat keseluruhan kebudayaan perunggu.
Sudah kita ketahui bahwa hiasan-hiasan pada nekara menunjukkan dengan nyata akan adanya hubungan yang erat antara negeri kita dengan daratan Asia. Maka tak dapat disangsikan lagi bahwa kebudayaan logam Indonesia memang termasuk satu golongan dengan kebudayaan logam Indonesia memang termasuk satu golongan dengan kebudayan logam Asia yang berpusat di Dongson itu. Dari pangkal inilah datangnya gelombang kebudayaan logam ke negeri kita melalui jalan barat lewat Malaysia Barat. Menurut para sarjana pembawa kebudayaan baru ini sebangsa dengan pembawa kebudayan kapak persegi, ialah bangsa Austronesia. Dengan demikian maka nenek moyang bangsa Indonesia datang kemari dalam dua ambalan:
1.      Dalam jaman neolithikum, sejak kurang lebih 2000 tahun sebelum masehi
2.      Dalam jaman perunggu, sejak kurang lebih 500 tahun sebelum masehi

Mengenai umur kebudayaan Dongson itu, mula-mula Victor Goloubew (penyelidik pertama) berpendapat bahwa kebudayaan perunggu itu berkembangnya sejak abad pertama sebelum Masehi. Pendapatnya berdasarkan atas penemuan berbagai mata uang Tionghoa jaman Han (sekitar tahun 100 sebelum Masehi) yang didapatkan di kuburan-kuburan di Dongson. Anehnya, di situ juga ditemukan nekara-nekara tiruan kecil, dari perunggu pula.  Rupa-rupanya nekara-nekara kecil itu diberikan kepada yang meninggal sebagai bawaan ke akhirat. Tentu saja nekara tiruan itu dibuatnya lama sesudah nekara yang betul betul ada. Kalau nekara bekal mayat itu sama umurnya dengan mata uang Han bekal mayat pula, maka nekara yang betul-betul harus sudah ada sebelum tahun 100 sebelum Masehi. Maka menurut Von Heine Geldern kebudayaan Dongson itu paling muda berasal dari 300 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya diperkuat lagi oleh hasil penyelidikannya atas hiasan-hiasan nekara Dongson yang ternyata tidak ada persamaannya dengan hiasan-hiasan Tiongkok dari jaman Han itu.

hasil kebudayaan Dongson :
bejana perunggu


arca dari perunggu

nekara



Sumber : 
R.Soekmono.1981.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.Yogyakarta : Kanisius
http://budhiwoodcutter.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kebudayaan-bacson-hoabinh.html